Wednesday, November 24, 2010

Infeksi TORCH pada Kehamilan

I. Pendahuluan
       Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa diantaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain abortus, pertumbuhan janin dan sering dikaitkan dengan hal-hal di atas. Besarnya pengaruh infeksi tersebut tergantung dari virulensi agennya, umur kehamilan serta imunitas ibu bersangkutan saat infeksi berlangsung. Infeksi TORCH ialah penyakit infeksi intrauterin atau yang didapat pada masa perinatal; merupakan singkatan dari T = Toksoplasmosis O = other yaitu penyakit lain misalnya sifilis, HIV-1dan 2, dan Sindrom Imunodefisiensi Didapat (  Acquired Immune Deficiency Syndrome/AIDS),dan sebagainya  ; R = Rubela (campak Jerman);  C = Cytomegalovirus; H = Herpes simpleks. Infeksi Toxoplasma pada trimester pertama kehamilan dapat mengenai 17% janin dengan akibat abortus, cacat bawaan dan kematian janin dalam kandungan, risiko gangguan perkembangan susunan saraf, serta retardasi mental. Infeksi TORCH saat kehamilan trimester berikutnya bisa menyebabkan hidrosefalus dan retinitis. Infeksi rubella erat kaitannya dengan kejadian pertumbuhan bayi terhambat, patent ductus Botalli, stenosis
pulmonalis,  katarak, retinopati, mikrophthalmi, tuli dan retardasi mental. Infeksi  cytomegalovirus dapat menimbulkan sindrom berat badan lahir rendah, kepala kecil, pengapuran intrakranial, khorioretinitis dan retardasi mental, hepatosplenomegali dan ikterus. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui adanya infeksi ini pada ibu hamil. Diagnosis infeksi TORCH dapat dilakukan  dengan berbagai cara :
"pemeriksaan cairan amnion, menemukan kista di plasenta, isolasi dan inokulasi,  polymerase-chain reaction  sampai kultur jaringan. Cara yang lazim dan mudah adalah pemerikasaan serologis. Infeksi TORCH sering subklinis dan diagnosisnyahanya dapat dilakukan secara serologis mengukur kadar antibodi IgM dan IgG. Adanya IgM menyatakan bahwa infeksi masih baru atau masih aktif sedangkan adanya IgG menyatakan bahwa ibu hamil sudah mempunyai kekebalan terhadap infeksi tersebut".
II. Toksoplasmosis  
A. Etiopatofisiologi
         Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii  dan biasa menyerang binatang menyusui, burung, dan manusia. Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa  yang merupakan salah satu penyebab kelainan kongenital yang cukup dominan dibandingkan penyebab lainnya yang tergolong dalam TORCH. Hospes primernya adalah kucing. Kucing ini telah mempunyai imunitas, tetapi pada saat reinfeksi mereka dapat menyebarkan kembali sejumlah kecil ookista. Ookista ini dapat menginfeksi manusia dengan cara memakan daging, buah-buahan, atau sayuran yang terkontaminasi atau karena kontak dengan faeces kucing. Dalam sel–sel jaringan tubuh manusia, akan terjadi proliferasi trophozoit sehingga sel–sel tersebut akan membesar.
          Trophozoit akan berkembang dan terbentuk satu kista dalam sel, yang di dalamnya terdapat merozoit. Kista biasanya didapatkan di jaringan otak, retina, hati, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kelainan pada organ-organ tersebut, seperti microcephali, cerebral kalsifikasi, chorioretinitis, dll. Kista toksoplasma ditemukan dalam daging babi atau daging kambing. Sementara itu, sangat jarang pada daging sapi atau daging ayam. Kista toksoplasma yang berada dalam daging dapat dihancurkan dengan pembekuan atau dimasak sampai dagingnya berubah warna. Buah atau sayuran yang tidak dicuci juga dapat menstranmisikan parasit yang dapat dihancurkan dengan pembekuan atau pendidihan. Infeksi T. gondii biasanya tanpa gejala dan berlalu begitu saja.
B. Transmisi
     Pola transmisinya ialah transplasenta pada wanita hamil, mempunyai masa inkubasi 10-23 hari bila penularan melalui makanan  (daging yang dimasak kurang matang) dan 5-20 hari bila penularannya melalui kucing. Bila infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20% janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada trimester ke tiga 65% janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama kehamilan.
C.  Diagnosis
       Diagnosis toksoplasmosis pada hewan maupun manusia berdasarkan gejala klinis sering sulit ditegakkan karena tidak khas. Dengan demikian, diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk diagnosis toksoplasmosis adalah diisolasinya  T. gondii. Isolasitoksoplasmosis dapat berasal dari tinja kucing, jaringan otak, otot, kelenjar liur, maupun darah. Cara diagnosis yang lain adalah dengan pemeriksaan histopatologi jaringan tubuh tersangka seperti otot seklet, otot jantung, mata, dll. Infeksi akut dapat dideteksi oleh serokonversi antibodi IgG dan IgM.Sayangnya, Tidak ada satu pemeriksaan yang dapat menunjukkan waktu serokonversi maternal tersebut karena titer IgG dapat bertahan hingga bertahun-tahun dan IgM juga dapat bertahan hingga lebih dari 1 tahun. Adapun interpretasi dari hasil pemeriksaan aviditas antibody, adalah sebagai berikut : 
  1. Bila IgG (-) dan IgM (+), kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan awal infeksi, harus diperiksa kembali 3 mgg kemudian dilihat apakah IgG berubah jadi (+). Bila tidak berubah, maka IgM tidak spesifik, yang bersangkutan tidak terinfeksi Toxoplasma.  
  2. Bila IgG (-) dan IgM (+), belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk terinfeksi. Bila sedang hamil, perlu dipantau setiap 3 bulan pada sisa kehamilan (dokter mengetahui kondisi dan kebutuhan  pemeriksaan anda). Lakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi infeksi
  3. Bila IgG (+) dan IgM (+), kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau mungkin juga infeksi lampau tapi IgM nya masih terdeteksi (persisten = lambat hilang). Oleh sebab itu perlu dilakukan tes IgG  affinity langsung pada serum yang sama untuk memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah sebelum atau sesudah hamil.  
  4. Bila IgG (+) dan IgM (-), pernah terinfeksi sebelumnya. Bila pemeriksaan dilakukan pada awal kehamilan, berarti  infeksinya terjadi  sudah lama (sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki kekebalan, untuk selanjutnya tidak perlu diperiksa lagi.  
Selain itu, terdapat pula pemeriksaan PCR dengan spesifitas sebesar  96 persen dan sensitivitas sebesar 81 persen terhadap T.gondii. Sampel yang digunakan adalah cairan amnion. Tingginya hasil pada pemeriksaan PCR sebelum janin berusia 20 minggu merupakan factor resiko terhadap prognosis yang buruk.
D. Komplikasi
1. komplikasi pada kehamilan (ibu)
    Diagnosis dini penting untuk dilakukan karena penyakit ini lebih berat mengenai janin jika ibu terinfeksi pada trimester awal kehamilan. Meskipun begitu, penyakit ini lebih banyak ditransmisikan pada trimester akhir
kehamilan. Gejala-gejala yang bisa dirasakan oleh ibu antara lain lemah, nyeri otot, dan terkadang limfadenopati namun terkadang pula ibu tidak mengalami gejala sama sekali.
2. komplikasi pada bayi 
    Secara klinis, bayi baru lahir biasanya mengalami berat lahir rendah, hepatosplenomegali, ikterus, dan anemia. Beberapa janin mungkin memiliki kelainan neurologis, kalsifikasi intracranial, hidrosefalus, dan mikrosefali  sementara yang lain mungkin bahkan mengalami korioretinitis dan gangguan belajar. Penemuan ini mendukung trias klasik untuk toxoplasmosis yakni korioretinitis, kalsifikasi intracranial, dan hidrosefalus.Terkadang pula gejala yang muncul disertai adanya kejang.
E. Penatalaksanaan
       Toksoplasma termasuk penyakit “self limiting disease” Mengingat bahwa adanya potensi untuk menimbulkan cacat pada janin maka dapat diberikian terapi  :
  1. Spiramycin , pada kasus infeksi akut yang ditegakkan melalui pemeriksaan serologi umunya diterapi dengan spiramycin 1 gram 3 dd 1 dakam keadaan perut kosong . Spiramycin akan terkonsentrasi pada plasenta sehingga dapat mencegah penjalaran infeksi je janin. Akan tetapi kemampuan spiramycin untuk mencegah penularan vertikal masih kontroversial. Spiramycin tidak menembus plasenta dengan baik sehingga amniosentesis dan pemeriksaan PCR untuk melihat adanya toksoplasma gondii harus dikerjakan sekurangnya 4 minggu pasca infeksi maternal akut pada trimester ke II . Bila hasil pemeriksaan PCR negatif, Spiramycin dapat diteruskan sampai akhir kehamilan. Bila hasil pemeriksaan PCR positif maka dugaan sudah adanya infeksi pada janin harus diterapi dengan obat lain . 
  2. Pyrimethamine dan Sulfadiazine , Kombinasi pyrimethamine and sulfadiazine,( folic acid antagonists dengan efek sinergi ) digunakan untuk menurunkan derajat infeksi kongenital dan meningkatkan proporsi neonatus tanpa gejala. Asam Folinat untuk mencegah kerusakan pada janin
F. Pencegahan
     Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan  cara : memasak daging sampai matang, menggunakan sarung tangan baik saat  memberi makan maupun membersihkan kotoran kucing, dan menjaga agar tempat bermain anak tidak tercemar kotoran kucing. Di Eropa, ibu hamil diskrining tiap bulan sebagai standar perawatan prenatal. Jika menggunakan serokonversi maternal maka toxoplasmosis dapat lebih cepat diidentifikasi. Pemeriksaan infeksi janin juga dapat dilakukan lebih awal yakni pada umur kehamilan 18 minggu dengan menggunakan  polymerase chain reaction (PCR) amplifikasi dari gen B1 T.gondii dalam sampel cairan amnion.
Untuk mengetahui virus lainnya silahkan Download

No comments:

Post a Comment